Antropologi Sosial Tumbuhkan Semangat Meneliti

Antropologi Sosial Tumbuhkan Semangat Meneliti

Pontianak, FISIP UNTAN,-

Ujian Tengah Semester (UTS) Genap tahun akademik 2016/2017 sudah usai pada hari Rabu tanggal 12 April 2017. Di Prodi Antropologi FISIP Untan, mahasiswa diberikan UTS dengan berbagai bentuk. Diantaranya ujian tertulis di kelas, pengumpulan tulisan berbasis “mini research” dan ada juga mata kuliah yang meminta mahasiswa mengadakan pameran foto-foto yang berkaitan dengan tema antropologis. Pameran foto (etnofotografi) ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan Mei 2017.

Para dosen prodi Antropologi Sosial dalam penugasan mahasiswa lebih menekankan pada penelitian lapangan (field research). Materi perkuliahan di dalam kelas diharapkan mampu dipraktikkan langsung ketika para mahasiswa turun melakukan penelitian di masyarakat. Maksud penugasan field research selalu ada di setiap mata kuliah adalah melatih dan mengasah kemampuan para mahasiswa untuk menjadi peneliti.

Kemampuan melakukan penelitian dan menganalisa dengan bisa membuat tulisan etnografi yang detail (how and why), holistik, emik, thick description dan reflektif diharapkan bisa menjadi kompetensi yang dimiliki setiap mahasiswa. Apalagi antropologi dikenal sebagai ilmu yang diibaratkan sebagai mikroskop yaitu melihat sosial budaya lebih dekat, fokus, dan mendalam. Seperti yang dikatakan James P. Spradley, “Kalau Anda hanya melihat riak gelombang, Etnografi menyelami dalamnya dasar lautan !”.

Sebagai calon antropolog, para mahasiswa memang tidak bisa dipisahkan dengan field research serta menuliskannya berdasarkan temuan saat penelitian. Antropologi tidak bisa menulis dengan “mengarang indah” atau tidak sesuai kenyataan. Apalagi melakukan plagiasi terhadap karya orang lain, itu sangat dilarang dalam dunia akademik. Penugasan yang berbasis field research menjadi salah satu strategi untuk menghindari plagiarisme. Seperti yang diungkapkan oleh Diaz Restu Darmawan, S.Pd., M.A. (Dosen Antropologi Sosial FISIP Untan):

“Saya memberikan tugas yang berbentuk penelitian lapangan atau mini research, agar mahasiswa tidak menganggap mudah tugasnya dan mahasiswa benar-benar mengerjakannya sendiri sesuai dengan apa yang mereka temukan di lapangan. Tidak hanya modal klik kanan kiri lalu ‘Copy-Paste’. Selain itu agar mereka menemukan sebuah pengetahuan yang baru. Karena kalau mereka hanya tahu ‘Copy-Paste’, sama saja mereka hanya memakai pengetahuan yang lama sedangkan kita hidup di dunia sosial yang selalu berubah dan dinamis.” (12 April 2017).

Masalah penjiplakan karya orang lain menjadi isu besar dan tantangan yang perlu dipecahkan bersama. Ironisnya masih sering dijumpai pada tugas-tugas mahasiswa maupun karya limiah. Sikap kejujuran dan tanggung jawab ini yang perlu digaungkan kembali di kampus FISIP Untan.

Jika plagiarisme dibiarkan maka akan banyak bibit-bibit kecurangan akademik yang bisa juga dikatakan sebagai korupsi pengetahuan. Pengentasan masalah plagiarisme di Prodi Antropologi Sosial FISIP Untan butuh proses yang panjang dan berkelanjutan. Tentunya secara bertahap juga penting dilakukan peningkatan sarana prasarana pembelajaran yang memadai dan mudah diakses, terutama refrensi buku dan jurnal penelitian.

Selain itu keberadaan forum atau komunitas literasi, diskusi, jelajah budaya, penelitian, seni, wirausaha dan sebagainya perlu didorong dan diaktifkan untuk menjadi kegiatan mahasiswa. Sehingga ada wadah-wadah yang beragam untuk mahasiswa mengembangkan potensi dan bakat yang dimilikinya. Iklim belajar dan intelektualitas perlu dibangun dan didorong bersama karena menjadi tanggung jawab bersama. Bicara pendidikan adalah bicara bagaimana belajar untuk berproses untuk meningkatkan kualitas.

Dosen Prodi Antropologi Sosial mendukung untuk para mahasiswa tidak plagiarisme. Kemampuan menulis yang baik dan benar sesuai dengan teknik penulisan yang baku dan sesuai Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) juga sangat ditekankan kepada para mahasiswa sejak semester awal. Jika ditemukan ada tugas mahasiswa yang terindikasi melakukan plagiarisme maka akan ada bimbingan dan pengarahan pada mahasiswa yang bersangkutan dan selanjutnya meminta merevisi kembali tugasnya. Selain itu sudah mulai diberlakukan sangsi tegas untuk mahasiswa yang plagiat yaitu mendapat nilai minimal. Bahkan jika tingkat penjiplakannya sangat parah maka akan diberi sangsi tidak mendapatkan nilai atau “nol”.

(Prodi Antropologi Sosial/Reporter: Saidah dan Nurul Alam; Editor: Agus Yuliono)